Tahun ini, Gereja PNIEL genap berusia 1 abad (1920-2020). Bangunan gereja ini menjadi penanda 2 hal penting bagi Palopo. Yang pertama sebagai etalase peradaban, dan yang kedua adalah sebagai monumen keragaman.
Perkembangan Kaum Nasrani di Palopo tidak lepas dari kisah hidup Anthonie Aris Van de Loodrecth, seorang misionaris Belanda yang tiba di Palopo pada sebuah hari di awal November 1913. Namun demikian, Loodrecth baru mengadakan ibadah bersama pertama kali pada Oktober 1914. Setelah wafat pada 26 Juli 1917, Loodsrecth digantikan oleh J. Belksma, kemudian P. Zijlstra.
Sakramen baptisan kudus pertama kali digelar pada 1 Mei 1921. Tanggal inilah kemudian yang menjadi tanggal pendirian Jemaat Kristen Palopo. Dalam sebuah literatur, ada pula catatan yang menyebutkan gereja PNIEL dibangun 1924 saat misionaris zending dipimpin oleh P. Zijlstra. Biaya pembangunan gereja ini memakan 12.000 gulden, yang diperoleh dari GZB (Greeformeerde Zendings Bond) dan sebagian dari umat nasrani sendiri.
Bangunan gereja ini terdiri atas 3 ruang utama. Pertama konsistory di bagian barat (tempat persiapan pelayanan gereja); kedua, ruang umat yang terdapat mimbar, bangku jemaah dan lampu kristal yang berada di tengah; dan yang ketiga adalah balkon yang berfungsi pula sebagai menara berisi lonceng di sebelah timur. Beberapa catatan pemugaran bangunan gereja ini terjadi pada 1983, periode 1989-1991, periode 1997-2002, dan 2004-2006.
Kiprah Zijlstra tidak hanya membangun Gereja PNIEL. Dalam sebuah catatan, Zijlstra juga membeli sebidang tanah yang berisikan perkebunan kelapa pada tahun 1929. Tanah ini kemudian ia peruntukkan bagi permukiman umat Nasrani yang semakin bertambah banyak. Kampung tersebut kemudian dinamai Kampung Zending, sekarang kita familiar menyebut kawasan ini sebagai Kampung Sendeng (Kamsen).
Umat Nasrani yang tinggal di Palopo saat Loodsrecth pertama kali tiba di Palopo jumlahnya hanya beberapa orang. Mereka adalah orang-orang Manado, Ambon, Timor, Rote dan orang-orang Belanda. Sebagian besar dari mereka adalah pegawai pemerintah dan tentara. Di akhir 1930, total penduduk Palopo sebanyak 89.794 jiwa. Dari jumlah itu, 1.300 di antaranya adalah Nasrani.
Selain Gereja PNIEL, tinggalan zending yang masih dapat kita jumpai di Palopo adalah Mess Lebang. Mess ini dibangun oleh pengganti Zijlstra yang bernama H.C. Heusdens. Heusdens konon membangun mess ini untuk istrinya yang mengidap penyakit TBC.
Heusdens tiba di Palopo pada 16 Juni 1930, sehingga bisa diperkiran bahwa mess ini dibangun pada tahun yang sama. Mess ini dibagi dalam 2 bangunan utama. Bagian depan terdapat 6 ruangan dan sebuah kamar mandi, sedangkan bagian belakang terdapat 2 kamar, 1 dapur dan 3 kamar mandi.
Bangunan-bangunan ini menjadi saksi perjalanan Palopo sebagai kota yang sangat terbuka, sangat inklusif. Gereja PNIEL berada di seberang Masjid Agung Luwu Palopo. Simbol toleransi beragama warga Palopo. Sedangkan, pembangunan Mess Lebang menjadi saksi betapa strategisnya lokasi Kota Palopo di masa-masa perang dahulu kala.
#pniel #gereja #nasrani #kristen #zending #palopo #kotapalopo #heritage #cagarbudaya #loodrecth #zijlstra #heusdens